
Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun PMK.010/2025 sebagai perubahan kedua atas PMK Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. Peraturan ini secara resmi diundangkan pada 8 September 2025 dan mulai berlaku efektif pada 15 September 2025, tepat 7 hari setelah diundangkan.
PMK 62/2025 merupakan respons pemerintah terhadap dinamika perubahan ketentuan yang terkait dengan impor barang, khususnya dalam mengakomodasi perkembangan industri teknologi dan investasi nasional. Peraturan ini dirancang untuk menyelaraskan kebijakan fiskal dan kepabeanan dengan komitmen internasional Indonesia serta mendukung pengembangan industri strategis dalam negeri.
Tiga Pilar Utama Perubahan dalam PMK 62 Tahun 2025
1. Harmonisasi Insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
Perubahan paling signifikan dalam PMK 62 Tahun 2025 adalah harmonisasi pengaturan pemberian insentif bea masuk atas impor kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dalam keadaan utuh (Completely Built Up/CBU) dan dalam keadaan terurai lengkap (Completely Knocked Down/CKD) roda 4.
Penyesuaian ini dilakukan seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan pedoman dan tata kelola pemberian insentif kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda 4. Insentif berupa tarif bea masuk 0% untuk kendaraan listrik akan berlaku hingga 31 Desember 2025.
Ketentuan Spesifik untuk Kendaraan Listrik:
- 
Barang impor yang termasuk dalam pos tarif 8703.80.17, 8703.80.18, dan 8703.80.19 mendapat fasilitas bea masuk 0% 
- 
Pos tarif 8703.80.97, 8703.80.98, dan 8703.80.99 yang sebelumnya dikenakan bea masuk 50% juga diturunkan menjadi 0% 
- 
Mulai 1 Januari 2026, kendaraan listrik impor akan dikenakan tarif bea masuk normal sesuai ketentuan umum 
2. Penyesuaian Tarif Produk Teknologi Informasi dan Komunikasi
PMK 62/2025 melakukan penyesuaian pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berupa produk teknologi informasi dan komunikasi. Langkah ini dimaksudkan untuk mendorong keberlanjutan pengembangan teknologi dan industri informasi teknologi di dalam negeri, sesuai dengan Information and Technology Agreement yang telah ditandatangani pada tahun 1996.
Penyesuaian ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk mendukung transformasi digital nasional dan meningkatkan daya saing industri teknologi informasi domestik. Dengan struktur tarif yang lebih kompetitif, diharapkan dapat mendorong transfer teknologi dan investasi di sektor teknologi informasi.
3. Penyempurnaan Terjemahan Sistem Klasifikasi Barang 2022
Aspek teknis yang fundamental dalam PMK 62/2025 adalah penyempurnaan terjemahan bahasa asing beberapa catatan bagian, bab, uraian pos, uraian sub pos, dan uraian pos tarif dalam sistem klasifikasi barang 2022. Penyempurnaan ini dilakukan untuk menghindari penafsiran yang berbeda dalam mengklasifikasikan pos tarif barang impor.
Dampak Penyempurnaan Klasifikasi:
- 
Meningkatkan efisiensi customs clearance (pengeluaran barang dari pabean) 
- 
Mengurangi risiko sengketa kepabeanan akibat perbedaan interpretasi 
- 
Memberikan kepastian hukum bagi importir dan eksportir dalam menentukan klasifikasi barang 
Sistem Klasifikasi Barang Indonesia dan Harmonized System
Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022
PMK 62/2025 mengacu pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022 yang telah ditetapkan melalui PMK 26/2022. BTKI merupakan dokumen fundamental yang memuat sistem klasifikasi barang lengkap dengan pembebanan tarif bea masuk dan pajak impor yang digunakan secara luas oleh pemerintah, swasta, dan organisasi internasional.
Struktur dan Cakupan BTKI 2022:
- 
11.414 pos tarif pada bab 1-97, meningkat dari 10.813 pos tarif pada BTKI 2017 
- 
138 pos tarif pada bab 98-99, bertambah dari 28 pos tarif sebelumnya 
- 
Menampung kepentingan strategis industri dan perdagangan Indonesia 
Harmonized System (HS) dan ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN)
BTKI 2022 disusun berdasarkan Harmonized System (HS) 2022 dan ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2022. HS merupakan sistem klasifikasi barang internasional yang digunakan untuk menyeragamkan daftar penggolongan barang secara sistematis untuk penetapan tarif pabean, statistik perdagangan, dan keperluan lainnya.
Karakteristik HS Code:
- 
Menggunakan penomoran 6 digit untuk klasifikasi internasional 
- 
8 digit AHTN untuk kawasan ASEAN 
- 
10 digit kode pos tarif untuk keperluan nasional Indonesia 
Baca Juga: Cara Mengakses Daftar HS Code Indonesia Terbaru
Implementasi PMK 62 Tahun 2025 dan Dampak terhadap Pelaku Usaha
Persyaratan dan Prosedur untuk Kendaraan Listrik
Untuk mendapatkan insentif tarif bea masuk 0%, importir kendaraan listrik harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM:
Dokumen yang Diperlukan:
- 
Surat persetujuan pemanfaatan insentif impor dan/atau penyerahan kendaraan listrik dari Menteri Investasi/Kepala BKPM 
- 
Kode fasilitas 87 persetujuan insentif pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas impor 
Kriteria Investasi yang Harus Dipenuhi:
- 
Perusahaan industri yang berkomitmen membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia 
- 
Perusahaan yang sudah berinvestasi pada fasilitas manufaktur 
- 
Perusahaan yang melakukan alih produksi dari kendaraan konvensional ke listrik 
Self Assessment dan Tools Klasifikasi
Importir atau eksportir menetapkan HS code atas barang secara mandiri (self assessment). Untuk membantu proses ini, tersedia berbagai tools dan referensi:
Tools yang Tersedia:
- 
Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) dengan panduan interpretasi HS code 
- 
Indonesia National Trade Repository (INTR) melalui laman https://insw.go.id/intr 
- 
Fitur Korelasi BTKI untuk mengetahui perubahan HS Code dari BTKI 2017 ke BTKI 2022 
Implikasi Strategis PMK 62 Tahun 2025 bagi Industri Nasional
Pengembangan Industri Kendaraan Listrik
PMK 62 Tahun 2025 memberikan momentum strategis bagi pengembangan industri kendaraan listrik nasional. Dengan memberikan insentif hingga akhir 2025, pemerintah mendorong pelaku usaha untuk segera membangun fasilitas produksi domestik sebelum insentif berakhir.
Target dan Proyeksi:
- 
Mendorong investasi manufaktur kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia 
- 
Meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 20% untuk CKD 
- 
Mempersiapkan transisi menuju produksi domestik penuh pada 2026 
Dukungan terhadap Industri Teknologi Informasi
Penyesuaian tarif produk teknologi informasi dan komunikasi dalam PMK 62 Tahun 2025 sejalan dengan agenda transformasi digital nasional. Kebijakan ini diharapkan dapat:
- 
Menurunkan biaya impor komponen teknologi informasi 
- 
Mendorong investasi di sektor teknologi dalam negeri 
- 
Meningkatkan daya saing industri teknologi informasi domestik 
Optimalisasi Rantai Pasok Global
Dengan penyempurnaan sistem klasifikasi barang, PMK 62 Tahun 2025 mendukung optimalisasi rantai pasok global dan memfasilitasi perdagangan internasional. Klasifikasi yang lebih jelas dan konsisten akan:
- 
Mengurangi waktu customs clearance 
- 
Minimalisir sengketa terkait klasifikasi barang 
- 
Meningkatkan predictability dalam perhitungan bea masuk 
Proyeksi dan Outlook Kebijakan ke Depan PMK 62 Tahun 2025
Transisi Pasca 2025
Berakhirnya insentif kendaraan listrik pada 31 Desember 2025 menandai fase transisi penting dalam kebijakan otomotif nasional. Pelaku usaha diharapkan telah mempersiapkan strategi produksi domestik untuk menghindari dampak pengenaan tarif normal mulai 2026.
Sinkronisasi dengan Perjanjian Internasional
PMK 62 Tahun 2025 juga mengakomodasi perjanjian dan kesepakatan internasional yang telah ditandatangani Indonesia. Hal ini mencakup kemungkinan tarif preferensi bagi negara-negara mitra yang memiliki perjanjian perdagangan dengan Indonesia.
Dampak terhadap Penerimaan Negara
Pemberian insentif tarif 0% untuk kendaraan listrik telah berdampak pada penerimaan bea masuk pada kuartal I-2025 yang terkoreksi sebesar Rp11,3 triliun, turun 5,8% secara tahunan. Namun, kebijakan ini dipandang sebagai investasi jangka panjang untuk membangun industri strategis nasional.
PMK 62 Tahun 2025 merepresentasikan pendekatan komprehensif pemerintah dalam mengelola sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk yang tidak hanya responsif terhadap dinamika global, tetapi juga strategis dalam mendukung pengembangan industri dalam negeri. Dengan tiga fokus utama yang jelas – harmonisasi insentif kendaraan listrik, penyesuaian tarif teknologi informasi, dan penyempurnaan sistem klasifikasi – peraturan ini diharapkan dapat menjadi katalis transformasi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan kompetitif.







Leave a Reply