PMK 96 Tahun 2023 - Ketentuan Impor dan Ekspor Barang Kiriman

Perdagangan internasional di era digital telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, terutama dengan munculnya e-commerce dan platform perdagangan elektronik yang menghubungkan konsumen dan bisnis di berbagai negara. Seiring dengan perkembangan tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 yang menggantikan PMK 199/2019. Regulasi ini mengatur tentang ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman. PMK 96/2023 hadir dengan sejumlah perubahan penting yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan pengawasan dalam perdagangan lintas batas.

Latar Belakang PMK 96/2023

Peraturan ini muncul sebagai respons terhadap perubahan dinamika perdagangan internasional, terutama karena pertumbuhan platform perdagangan elektronik atau yang lebih dikenal dengan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Platform seperti marketplace dan e-commerce semakin dominan dalam proses impor barang kiriman, di mana konsumen dapat dengan mudah membeli barang dari luar negeri dan mengirimkannya ke Indonesia. Dengan demikian, diperlukan pengawasan yang lebih baik dan aturan yang jelas untuk mengelola arus barang masuk agar tidak menimbulkan dampak negatif pada ekonomi lokal serta untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan bea cukai.

Perubahan Penting dalam PMK 96/2023

PMK 96/2023 memperkenalkan beberapa perubahan signifikan yang berbeda dari aturan sebelumnya. Beberapa perubahan penting tersebut meliputi:

1. Kemitraan Wajib PPMSE dengan DJBC

Sebelumnya, kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bersifat opsional. Namun, dalam peraturan terbaru ini, kemitraan tersebut menjadi wajib bagi PPMSE yang melakukan impor barang kiriman. Hal ini berarti PPMSE, seperti marketplace dan penyedia layanan e-commerce, harus bermitra dengan DJBC sebagai bagian dari sistem untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan kepabeanan.

Baca Juga:  Mengurai Konsep Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) di Indonesia

Tujuan dari kemitraan ini adalah untuk meningkatkan transparansi, kecepatan pelayanan, dan pengawasan. Dengan adanya kemitraan yang lebih ketat ini, DJBC dapat melakukan pemantauan yang lebih baik terhadap barang-barang yang diimpor melalui platform e-commerce. PPMSE yang tidak menjalin kemitraan dengan DJBC tidak akan dilayani proses impor barang kirimannya, sehingga mengharuskan semua pemain e-commerce untuk terlibat aktif dalam pengelolaan barang impor.

2. Penambahan Komoditas yang Dikenakan Tarif MFN

Most Favoured Nation (MFN) merupakan tarif bea masuk yang dikenakan pada komoditas yang berasal dari negara-negara yang memiliki hubungan perdagangan istimewa dengan Indonesia. Dalam PMK 96/2023, beberapa komoditas tambahan dikenakan tarif MFN, seperti sepeda (25-40%), jam tangan (10%), kosmetik (10-15%), serta produk-produk besi dan baja. Peraturan ini juga memperketat pengenaan tarif pada komoditas lain seperti tekstil, alas kaki, dan tas yang sudah diatur dalam peraturan sebelumnya.

Dengan penambahan komoditas ini, Pemerintah Indonesia berupaya untuk melindungi industri lokal dari barang impor yang masuk secara masif, serta memastikan bahwa barang-barang yang masuk melalui jalur perdagangan elektronik membayar bea masuk yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Sistem Self-Assessment

Salah satu inovasi penting yang diperkenalkan dalam PMK 96/2023 adalah penerapan sistem self-assessment. Di bawah sistem ini, pelaku usaha atau importir bertanggung jawab untuk menghitung sendiri nilai pabean dan tarif yang harus dibayar atas barang kiriman yang mereka impor. Hal ini berbeda dengan sistem sebelumnya yang menggunakan official assessment, di mana DJBC yang menentukan besar tarif dan nilai pabean barang tersebut.

Dengan sistem self-assessment, diharapkan akan terjadi peningkatan efisiensi dalam proses pengurusan kepabeanan, karena pelaku usaha memiliki peran lebih besar dalam menentukan bea masuk. Namun, di sisi lain, sistem ini juga menuntut pelaku usaha untuk lebih bertanggung jawab dan patuh terhadap peraturan yang ada, karena kesalahan dalam perhitungan bisa berujung pada sanksi.

4. Pengaturan Bea Masuk Berdasarkan Nilai FOB

Peraturan ini mengatur bahwa barang kiriman yang memiliki nilai FOB (Free on Board) di bawah USD 1.500 akan dikenakan tarif bea masuk sebesar 7,5% dan PPN sebesar 11%. FOB adalah nilai barang tanpa memperhitungkan biaya pengiriman, asuransi, dan lainnya. Untuk barang yang memiliki nilai FOB di atas USD 1.500, tarif MFN yang lebih tinggi akan berlaku, tergantung pada jenis komoditas yang diimpor.

Baca Juga:  Persyaratan Kepabeanan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) Sesuai PMK 96/2023

Selain itu, barang kiriman dengan nilai FOB di bawah USD 3 dibebaskan dari bea masuk, meskipun tetap dikenakan PPN. Aturan ini memberikan kemudahan bagi konsumen yang membeli barang dengan nilai kecil dari luar negeri, tetapi tetap memastikan bahwa barang dengan nilai yang lebih besar tetap diawasi dan dikenakan tarif yang sesuai.

Baca Juga: Cara Tracking Barang Kiriman dari Luar Negeri melalui Laman Bea Cukai

Proses Pengurusan Kepabeanan untuk Barang Kiriman

Salah satu poin penting dalam PMK 96/2023 adalah pengaturan tentang proses pengurusan kepabeanan untuk barang kiriman. Semua pengurusan kepabeanan atas barang kiriman harus dilakukan oleh pihak penyelenggara pos atau perusahaan jasa titipan (PJT), yang bertindak sebagai Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Barang-barang hasil perdagangan elektronik atau barang yang dikirim oleh badan usaha harus memenuhi kriteria yang telah ditentukan dan dilaporkan melalui pemberitahuan pabean, seperti Consignment Note (CN) atau Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

Barang kiriman dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu barang hasil perdagangan dan barang selain hasil perdagangan. Barang hasil perdagangan umumnya adalah barang yang dibeli melalui platform e-commerce dan memiliki invoice yang menyertai pengiriman. Barang-barang ini umumnya dikirim oleh badan usaha kepada konsumen di Indonesia, dan proses pengurusannya dilakukan oleh penyelenggara pos atau PJT.

Keuntungan dari Penerapan PMK 96/2023

Pemerintah menyatakan bahwa penerapan PMK 96/2023 akan memberikan berbagai keuntungan, baik bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun konsumen. Beberapa keuntungan utama dari penerapan peraturan ini adalah:

  1. Meningkatkan Kecepatan Pelayanan

    Dengan kemitraan yang lebih ketat antara PPMSE dan DJBC, serta penerapan sistem self-assessment, proses pelayanan di bidang impor barang kiriman diharapkan dapat berlangsung lebih cepat. Data terkait barang kiriman, seperti e-catalog dan e-invoice, dapat diakses lebih cepat oleh DJBC, sehingga proses pemeriksaan dan pengeluaran barang kiriman dapat dilakukan dengan lebih efisien.

  2. Memperkuat Transparansi dan Integritas Data

    Salah satu tujuan utama dari PMK 96/2023 adalah untuk meningkatkan transparansi dalam perdagangan lintas batas. Dengan adanya kemitraan antara PPMSE dan DJBC, serta kewajiban untuk menyediakan data secara transparan, pemerintah dapat memantau arus barang masuk dengan lebih baik. Hal ini juga akan membantu mengurangi potensi terjadinya kecurangan dalam proses impor.

  3. Mengurangi Risiko melalui Manajemen Risiko Berbasis Data

    PMK 96/2023 juga mendorong penerapan manajemen risiko dalam proses pengurusan barang kiriman. Dengan data yang lebih transparan dan tersedia lebih cepat, DJBC dapat menerapkan sistem manajemen risiko yang lebih efektif, yang memungkinkan mereka untuk mendeteksi potensi risiko sebelum barang tiba di Indonesia. Hal ini membantu mengurangi potensi penyalahgunaan atau ketidaksesuaian dalam impor barang.

Kesimpulan

PMK 96 Tahun 2023 memberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan tegas untuk mengatur impor dan ekspor barang kiriman di Indonesia. Dengan fokus pada kemitraan wajib antara PPMSE dan DJBC, sistem self-assessment, dan pengaturan tarif MFN yang lebih komprehensif, peraturan ini diharapkan dapat memperkuat transparansi dan meningkatkan efisiensi dalam perdagangan lintas batas. Pelaku usaha, khususnya mereka yang bergerak di bidang e-commerce dan perdagangan elektronik, perlu memahami dan mematuhi peraturan ini agar proses impor barang kiriman dapat berjalan lancar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk informasi tentang Bea Cukai Indonesia silahkan kunjungi website bea cukai disini.

Kumpulan konsultasi bea cukai disini.

Topik: impor barang, PMK 96, bea masuk, barang kiriman, pajak impor, DJBC, perdagangan online, self-assessment, PPMSE, tarif MFN

Scroll to Top