Penghapusbukuan dalam Kepabeanan dan Cukai Berdasarkan PMK No. 147/2023 dan PER-4/BC/2024

Penghapusbukuan dalam Kepabeanan dan Cukai Berdasarkan PMK No. 1472023 dan PER-4BC2024

Kementerian Keuangan telah memperbarui ketentuan mengenai penghapusan piutang di bidang kepabeanan dan cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 147/2023 tentang Penghapusan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Selain itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) juga mengeluarkan Perdirjen Pajak No. PER-4/BC/2024 untuk memperjelas petunjuk teknis terkait penghapusan piutang ini.

Kedua aturan tersebut memperkenalkan dua bentuk penghapusan piutang, yaitu penghapusbukuan dan penghapustagihan. Sebelum diterbitkannya PMK No. 147/2023, terminologi penghapusbukuan belum diatur dalam beleid terdahulu seperti PMK No. 71/2012.

Definisi Penghapusbukuan dalam Kepabeanan dan Cukai

Menurut Pasal 1 angka 2 PMK No. 147/2023 dan Pasal 1 angka 2 PER-4/BC/2024, penghapusbukuan adalah proses akuntansi yang dilakukan untuk menghapus pencatatan aset berupa piutang dari neraca tanpa menghilangkan hak tagih. Artinya, meskipun piutang dihapus dari pencatatan resmi, kewajiban pembayaran tetap ada dan dapat ditagih di kemudian hari jika kondisi memungkinkan.

Baca Juga: Apa Itu Penghapustagihan Atas Piutang Bea dan Cukai?

Kriteria Penghapusbukuan Piutang

Penghapusbukuan piutang di bidang kepabeanan dan cukai dapat dilakukan jika piutang tersebut tidak memenuhi kriteria pengakuan aset sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Secara lebih rinci, penghapusbukuan dapat dilakukan apabila salah satu dari empat ketentuan berikut terpenuhi:

1. Hak Penagihan Kedaluwarsa

Hak penagihan atas piutang kepabeanan dan cukai dianggap kedaluwarsa setelah 10 tahun sejak timbulnya kewajiban membayar. Dalam situasi ini, penghapusbukuan dapat dilakukan karena penagihan tidak lagi memungkinkan secara hukum.

2. Pihak Terutang adalah Orang Pribadi

Penghapus bukuan dapat dilakukan jika pihak yang terutang adalah orang pribadi yang telah meninggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan atau kekayaan, dinyatakan pailit, atau tidak dapat ditemukan.

3. Pihak Terutang adalah Badan Hukum

Jika pihak terutang merupakan badan hukum yang telah bubar atau dalam proses likuidasi, dinyatakan pailit, atau tidak dapat ditemukan, maka penghapusbukuan piutang juga dapat dilakukan.

Baca Juga:  Coaching Clinic dalam Authorized Economic Operator (AEO)

4. Kondisi Khusus dan Kebijakan Khusus

Penghapus bukuan dapat dilakukan jika hak penagihan tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu, seperti adanya perubahan kebijakan atau pertimbangan lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pencatatan dan Pengungkapan Piutang yang Dihapusbukukan

Piutang yang telah dilakukan penghapusbukuan tetap dicatat secara ekstrakomptabel. Kemudian Piutang tetap diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Hal ini memastikan bahwa meskipun piutang dihapus dari neraca, transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga dalam pelaporan keuangan negara.

Dengan pemahaman mendalam mengenai penghapusbukuan dalam kepabeanan dan cukai ini, diharapkan semua pihak yang terlibat dapat menjalankan proses ini sesuai dengan aturan yang berlaku, sekaligus memastikan pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Untuk informasi tentang Bea Cukai Indonesia silahkan kunjungi website bea cukai disini.

Kumpulan konsultasi bea cukai disini.

Topik: penghapusbukuan, penghapusan piutang cukai, peraturan kepabeanan, PMK 147/2023, PER-4/BC/2024, DJBC, piutang negara, akuntansi kepabeanan, aturan cukai

Scroll to Top