Table of Contents
ToggleKetentuan Barang Kiriman – Pembangunan nasional mengandalkan peran penting dan strategis Pos Indonesia dalam era ekonomi digital. Selain sebagai sarana komunikasi dan informasi, Pos Indonesia memiliki peranan krusial dalam lalu lintas barang, terutama dalam era perdagangan internasional yang semakin berkembang pesat.
Bukan hanya barang dari dalam negeri yang disalurkan melalui Pos Indonesia, tetapi juga barang dari luar negeri. Ini disebabkan oleh kemudahan perdagangan lintas batas yang muncul akibat transformasi ekonomi digital.
Peran DJBC (Ditjen Bea dan Cukai) dalam Perdagangan Lintas Batas
DJBC, atau Ditjen Bea dan Cukai, adalah ujung tombak pengawasan lalu lintas barang lintas batas negara. DJBC bertanggung jawab atas pemungutan bea masuk, bea keluar, dan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Ketentuan Mengenai Barang Kiriman
Dalam perkembangan terbaru, DJBC telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/2023 yang mengatur tentang penyelenggara pos yang ditunjuk dan perusahaan jasa titipan. Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan keduanya?
Penyelenggara Pos yang Ditunjuk (PPYD) dan Perusahaan Jasa Titipan (PJT)
Penyelenggara Pos yang Ditunjuk (PPYD) adalah penyelenggara pos yang ditugaskan oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sesuai dengan ketentuan Perhimpunan Pos Dunia (Universal Postal Union). Dalam konteks ini, PPYD adalah Pos Indonesia.
Di sisi lain, Perusahaan Jasa Titipan (PJT) adalah penyelenggara pos yang memperoleh izin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
PJT, seperti DHL, FedEx Express, dan TNT express, mengacu pada layanan pos komersial. Mereka wajib mengurus pemenuhan kewajiban pabean atas impor dan ekspor barang kiriman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Kalkulator Barang Kiriman – Perhitungan Bea Masuk dan Pajak Barang Kiriman
Peran Penyelenggara Pos sebagai Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)
Penyelenggara pos juga dapat bertindak sebagai pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) dalam pengurusan impor dan/atau ekspor barang kiriman. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 3 ayat (6) PMK 96/2023.
Penyelenggara pos yang menjadi PPJK bertanggung jawab terhadap pemenuhan kewajiban membayar bea masuk atau bea keluar, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor jika importir atau eksportir barang kiriman tidak ditemukan (Pasal 3 ayat (7) PMK 96/2023).
Kesimpulan
Dengan perkembangan ekonomi digital, peran pos menjadi semakin penting, terutama dalam konteks barang kiriman lintas negara. Adanya PPYD dan PJT sebagai entitas yang mengatur pengiriman ini memastikan bahwa proses berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai ketentuan mengenai penyelenggara pos, PPYD, PJT, dan barang kiriman, Anda dapat merujuk kepada PMK 96/2023. Peraturan ini memberikan panduan yang komprehensif tentang peran dan tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat dalam pengiriman barang melalui pos, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Untuk informasi tentang Bea Cukai Indonesia silahkan kunjungi website bea cukai disini.
Kumpulan konsultasi bea cukai disini.
Topik: Pos, PPYD, PJT, DJBC, Perdagangan Lintas Batas, PMK 96/2023, Pos Indonesia, Ekonomi Digital, Perhimpunan Pos Dunia, Barang Kiriman.
Related posts:
- Pengeluaran Barang Kiriman Sesuai PER-02/BC/2020
- Pemeriksaan Pabean Barang Kiriman Sesuai PER-02/BC/2020
- Pengeluaran Barang Kiriman E-commerce dan Skema Delivery Duty Paid
- Pengeluaran Barang Kiriman Impor Untuk Dipakai menggunakan Consignment Note
- Persetujuan Melakukan Kegiatan Kepabeanan Penyelenggara Pos yang Ditunjuk atau PJT