Proses Banding di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Proses banding Bea Cukai – Banding merupakan salah satu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Banding bertujuan untuk mencari keadilan serta kebenaran materiil di dalam sistem perpajakan di Indonesia. Menurut Pasal 1 Angka 6 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, banding menjadi solusi ketika terdapat ketidaksetujuan atas suatu keputusan yang dikeluarkan oleh otoritas perpajakan.

Dasar Hukum Banding

Proses banding diatur melalui beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah, yang menjadi panduan dalam penyelesaian sengketa kepabeanan dan cukai. Beberapa aturan penting tersebut antara lain:

  • UU No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 terkait Kepabeanan.
  • UU No. 39 Tahun 2007 tentang perubahan UU No. 11 Tahun 1995 terkait Cukai.
  • PMK No. 51 Tahun 2017 tentang keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.
  • UU No. 14 Tahun 2002 terkait Pengadilan Pajak.
  • PMK No. 118 Tahun 2021 yang mengatur organisasi dan tata kerja Kementerian Keuangan.

Fungsi Direktorat Keberatan dan Banding

Berdasarkan PMK No. 118/PMK.01/2021, Direktorat Keberatan dan Banding memiliki tugas strategis dalam penyelesaian sengketa perpajakan, yang meliputi:

  • Penyiapan bahan perumusan kebijakan terkait standar dan bimbingan teknis dalam proses banding dan gugatan di Pengadilan Pajak.
  • Penanganan sengketa banding di Pengadilan Pajak dalam lingkup kepabeanan dan cukai.
  • Evaluasi terhadap putusan Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan keputusan DJBC.

Baca Juga: Panduan Pengajuan Keberatan ke Bea Cukai

Tahapan Penanganan Banding

Proses banding melalui beberapa tahapan yang ketat dan sistematis:

  • Pengajuan Banding: Setiap orang atau badan hukum yang merasa tidak puas dengan keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dapat mengajukan banding dalam waktu paling lama 60 hari sejak tanggal keputusan dikeluarkan. Aturan ini sesuai dengan Pasal 43A UU No. 39/2007 tentang Cukai dan Pasal 95 UU No. 17/2006 tentang Kepabeanan.
  • Pra-Persidangan: Tahap ini melibatkan penyusunan dan pengiriman Surat Uraian Banding (SUB), yang merupakan jawaban resmi DJBC atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon.
  • Sidang Banding: Pada tahap persidangan, terdapat pemeriksaan formal dan materiil, yang dilakukan untuk meninjau kembali semua dokumen dan bukti yang disampaikan. Setelah sidang selesai, majelis hakim akan menyampaikan putusan.
  • Putusan Pengadilan Pajak: Pengadilan Pajak akan memberikan putusan berdasarkan hasil evaluasi materi dan bukti yang disampaikan selama proses persidangan.
Baca Juga:  Peran Bea Cukai dalam Penyelesaian Barang Kiriman

Surat Uraian Banding (SUB)

Surat Uraian Banding (SUB) adalah dokumen resmi yang disusun oleh DJBC untuk disampaikan ke Pengadilan Pajak. Dokumen ini berfungsi sebagai jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon. Penyusunan SUB dilakukan dengan memperhatikan aspek formal dan materi sengketa yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, khususnya UU No. 14 Tahun 2002. Penyampaian SUB harus dilakukan dalam jangka waktu 90 hari setelah banding diajukan.

Upaya Optimalisasi Kemenangan Banding

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupaya meningkatkan peluang kemenangan dalam perkara banding melalui beberapa strategi, yaitu:

  • Koordinasi Internal dan Eksternal: Koordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti Kementerian/Lembaga lain, konsulat, serta perwakilan customs negara lain, untuk memperkuat posisi hukum DJBC dalam sengketa banding.
  • Pendapat Ahli (Legal Opinion): Meminta pendapat dari ahli hukum atau akademisi untuk memperkuat posisi dalam sidang banding.
  • Evaluasi Hasil Putusan: Melakukan evaluasi terhadap hasil putusan Pengadilan Pajak dan memberikan masukan kepada unit teknis terkait peraturan yang kurang jelas atau multitafsir. Evaluasi juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi tindak lanjut terhadap putusan yang telah ditetapkan.

Evaluasi Putusan Pengadilan Pajak

Evaluasi putusan Pengadilan Pajak dilakukan untuk menentukan apakah putusan tersebut perlu ditinjau kembali melalui proses Peninjauan Kembali (PK) atau tidak. Proses PK menjadi opsi terakhir dalam upaya hukum, dengan tujuan untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh Pengadilan Pajak telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Peninjauan Kembali harus diajukan dalam waktu paling lambat tiga bulan setelah diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat dalam putusan, sesuai dengan Pasal 91 dan Pasal 92 UU No. 14 Tahun 2002.

Proses Peninjauan Kembali ini diatur dalam Perma No. 7/2018 dan melibatkan beberapa tahapan, seperti penyusunan memori PK, penyampaian dokumen, hingga penerimaan putusan dari Mahkamah Agung. Proses ini bertujuan untuk menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam sengketa kepabeanan dan cukai.

Kesimpulan

Proses banding di Bea Cukai melibatkan langkah-langkah yang terstruktur dengan baik. Langkah ini dimulai dari pengajuan banding, persiapan persidangan, hingga evaluasi putusan yang akhirnya bisa berujung pada Peninjauan Kembali.

Baca Juga:  Pemeriksaan Fisik dalam Kepabeanan: Regulasi, Prosedur, dan Implementasi

Untuk informasi tentang Bea Cukai Indonesia silahkan kunjungi website bea cukai disini.

Kumpulan konsultasi bea cukai disini.

Topik: banding pajak, sengketa cukai, pengadilan pajak, surat banding, bea cukai, peninjauan kembali, proses banding, putusan pajak, sub banding, evaluasi putusan

Scroll to Top