Proses Penanganan Barang Tidak Dikuasai (BTD) oleh Bea Cukai
Proses Penanganan Barang Tidak Dikuasai (BTD) -Dalam kerangka pengelolaan barang tegahan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memiliki prosedur baku yang harus diikuti. Proses ini melibatkan beberapa tahapan penting, yaitu pemeriksaan, penetapan status, dan penyelesaian barang tegahan. Mari kita bahas lebih lanjut tentang tahapan-tahapan ini.

Tahap 1: Pemeriksaan

Pada tahap pemeriksaan, petugas bea cukai akan melakukan pencacahan barang untuk menentukan jumlah barang saat pertama kali ditegah. Selain itu, mereka juga akan mengumpulkan informasi melalui pemeriksaan subjek yang terkait dengan barang tersebut. Proses pemeriksaan ini dapat memakan waktu yang beragam, tergantung pada ketersediaan informasi yang diperlukan.

Tahap 2: Penetapan Status Barang

Apabila informasi yang diperlukan telah terkumpul dengan memadai, langkah selanjutnya adalah penetapan status barang. Dalam tahap ini, petugas bea cukai akan menentukan status apa yang sesuai dengan barang yang ditegah. Penetapan status barang ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 178/2019.

Apa itu Barang Tidak Dikuasai (BTD)?

Barang yang dinyatakan tidak dikuasai (BTD) adalah salah satu status yang dapat diberikan kepada barang-barang yang masih memiliki kendala atau belum menyelesaikan kewajiban kepabeanannya. PMK No. 178/2019 mengatur tiga kriteria untuk BTD:

  1. Barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) selama lebih dari 30 hari sejak penimbunannya. Ini mencakup barang yang belum diajukan pemberitahuan impornya, belum disetujui pengeluaran barang impornya, atau barang ekspor yang belum dimuat ke pengangkut.
  2. Barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dalam jangka waktu 30 hari setelah pencabutan izin TPB.
  3. Barang kiriman pos impor atau ekspor yang ditolak oleh penerima. Barang kiriman pos ini termasuk barang yang ditolak oleh penerima dan tidak dapat dikirim ke luar daerah pabean, atau barang kiriman pos dengan tujuan luar daerah pabean yang diterima kembali dan tidak diselesaikan oleh pemilik barang kiriman dalam waktu 30 hari.
Baca Juga:  Apa Itu CEISA 4.0 ? Transformasi Digital Bea Cukai untuk Layanan Kepabeanan dan Cukai

Baca Juga: Penimbunan Barang Impor di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS

Tindakan Selanjutnya Untuk Barang Tidak Dikuasai

Setelah kategorisasi sebagai BTD, barang tersebut akan dicatat dalam buku catatan pabean yang mengenai barang yang dinyatakan tidak dikuasai. Kemudian, barang BTD akan dipindahkan dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunan pabean. Proses penyimpanan ini juga melibatkan pemungutan biaya sewa gudang, yang berlaku selama maksimal 60 hari.

Pihak DJBC akan memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, pemilik barang, dan/atau kuasanya untuk segera menyelesaikan kewajiban pabean yang terkait dengan barang BTD. Mereka memiliki waktu 60 hari sejak barang disimpan di TPP atau tempat sejenis untuk menyelesaikan kewajiban pabean tersebut.

Apabila kewajiban pabean tidak diselesaikan dalam waktu 60 hari, maka barang BTD dapat diambil tindakan berupa lelang, pemusnahan, atau penetapan menjadi Barang Milik Negara (BMN).

Demikianlah, pemahaman tentang proses penanganan Barang Tidak Dikuasai (BTD) oleh DJBC menjadi penting, terutama bagi pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas impor dan ekspor. Proses ini memastikan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan dan menjaga kelancaran perdagangan internasional.

Untuk informasi tentang Bea Cukai Indonesia silahkan kunjungi website bea cukai disini.

Topik: DJBC, Barang Tidak Dikuasai, Bea Cukai, Impor-Ekspor, PMK 178/2019

Leave a Reply

Scroll to Top